Sungguh kebijaksanaan Allah telah menetapkan terbitnya
matahari yang memusnahkan kegelapan, memenuhi dunia dengan cahaya dan hidayah,
dari ufuq Jazirah Arab yang gelap gulita, dan sangat memerlukan cahaya yang memancar
ini.
Allah telah memilih bangsa Arab, agar mereka menerima dakwah
ini pertama kali, kemudian mereka menyampaikannya ke pelosok dunia yang
terjauh. Sebab lembaran hati mereka suci, belum tertulis di atasnya
tulisan-tulisan yang rinci dan dalam, yang sulit untuk dihapus dan dihilangkan.
Tidak seperti bangsa Romawi dan bangsa India, yang tersesat dan sombong dengan
ilmu pengetahuan dan tatanan etika mereka yang tinggi serta peradaban mereka
yang bersinar, juga dengan falsafah-falsafah mereka yang luas. Sedemikian rupa
sehingga pada mereka terdapat simpul-simpul ego dan pemikiran yang tidak mudah
diuraikan.
Adapun bangsa Arab, pada lembaran-lembaran hati mereka hanya
ada catatan sederhana, yang telah digoreskan oleh tangsan kebodohan dan
kesahajaan. Sangat mudah untuk dihapus dan dicuci, serta digambari tempatnya
dengan lukisan baru. Dalam istilah ilmu pengetahuan modern; mereka adalah
orang-orang yang bodoh dan bersahaja, mudah diobat. Sementaram bangsa-bangsa
yang beradab oada masa itu tertimpa kebodohan ganda yang sulit diobati dan
dihilangkan.
Mereka sangat alami, memiliki keinginan yang kuat. Jika
pemahaman terhadap kebenaran diselewengkan, niscaya mereka memeranginya. Jika
mereka mengetahui secara langsung tentang sesuatu, maka mereka pun mencintainya
dan memeluknya, bahkan rela mati dalam kesetiaannya.
Keegoan bangsa Arab ini digambarkan dengan amat baik oleh
Suhail bin Amr, ketika ia mendengar tentang apa yang tertera dalam nota
perdamaian (perjanjian) di Hudaibiyah, “Ini yang ditetapkan kepada Muhammad
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.”, maka ia berkata, “Demi Allah!
Seandainya kami mengetahui bahwa engkau adalah rasul Allah, niscaya kami tidak
menahanmu di rumah, dan kami tidak akan memerangimu.”
Demikian pula dengan pernyataan Ikrimah bin Abu Jahal pada
saat bertahan di medan peperangan Yarmuk dan dalam keadaan terdesak. “Aku
dahulu telah memerangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam berbagai
medan pertempuran, dan (aku sudah masuk Islam) mengapa aku harus lari dari
kalian saat ini?” Kemudian ia berseru; menawarkan siapa yang akan bersumpah
setia sampai mati. Lalu ada yang bersumpah setia. Kemudian ia terus berperang
hingga jatuh terluka dan terbunuh dalam keadaan syahid.
Mereka adalah orang-orang yang sangat sederhana dan dermawan,
keras, dan jujur. Mereka tidak akan menipu orang lain dan diri mereka sendiri.
Mereka biasa berkata yang benar dan berkemauan keras. Dalil yang jelas
menunjukkan hal tersebut adalah cerita tentang Bai’atul ‘Aqabah (sumpah setia di Aqabah) yang kedua, yang
dilanjutkan dengan hijrah ke Madinah. Ibnu Ishak mengatakan : “Ketika suku Aus
dan Khazraj di Aqabah untuk bersumpah setia (berbai’at) kepada Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, berkatalah al-‘Abbas bin ‘Ubadah al-Khazraji,
‘Wahai sekalian kaum Khazraj! Apakah kalian menyadari untuk hal apa kalian
bersumpah setia kepada laki-laki ini?, ‘Sesungguhnya kalian bersumpah setia
kepadanya untuk memerangi manusia berkulit merah dan berkulit hitam. Jika
menurut kalian, kalian menyerahkannya (bersumpah setia) ketika harta kalian
berkurang karena musibah dan pemuka-pemuka kalian berkurang karena terbunuh,
maka demi Allah, kalau kalian melakukannya, itu adalah kehinaan dunia akhirat.
Dan, jika menurut kalian bahwa kalian setia kepadanya karena permintaan kalian
kepadanya sekalipun harta berkurang dan para pemimpin terbunuh, maka
lakukanlah. Karena hal itu adalah sesuatu yang paling baik di dunia dan
akhirat. ‘Mereka berkata, ‘Kami melakukannya sekalipun harta kami berkurang dan
pemuka-pemuka kami terbunuh. Lalu apa yang menjadi hak kami wahai Rasulullah,
jika kami memenuhi janji kami?’ Rasulullah bersabda, ‘surga.’ Mereka berkata,
‘Ulurkanlah tangan anda.’ Lalu beliau merentangkan tangannya dan mereka pun
bersumpah setia kepadanya.”
Sungguh mereka telah menepati janji mereka kepada Allah,
mereka telah bersumpah setia kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Berkata Sa’ad bin ‘Ubaidah atas nama para sahabat pada waktu Perang Badar,
“Demi zat yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya engkau memerintahkan
kami untuk menceburkan diri ke laut (menyeberanginya), niscaya kami lakukan.
Seandainya engkau memerintahkan kami untuk menyerang musuh sampai ke Barkul Ghimad, niscaya kami lakukan”
Kebenaran itu telah muncul dalam keinginan yang kuat, dan
kesungguhan itu telah muncul dalam pembuatan, serta telah tampak pula semangat
melaksanakan kebenaran. Seperti ucapan ‘Uqbah bin Nafi’, seorang panglima
perang Arab Muslim; ia telah menembus benteng Atlas dengan pasukan dan kudanya,
kemudian ia berkata, “Ya Tuhanku, seandainya bukan karena laut ini, niscaya aku
menghabiskan waktu di daratan sebagai mujahid di jalan-Mu.”
Adapun bangsa Yunani, Romawi, dan penduduk Iran, mereka
telah terbiasa menjelajah tempat-tempat lain dan mengarungi zaman. Mereka tidak
digerakkan oleh kegelapan tidak tertarik pada kebenaran, tidak dikuasai oleh
pemikiran dan dakwah, serta tidak dikuasai oleh kekuasaan yang membuat mereka
lupa diri dan bertindak sembarangan dengan kehidupan dan kenikmatan yang mereka
miliki.
Bangsa Arab jauh dari penyakit peradaban dan kemewahan yang
sulit disembuhkan, di mana penyakit itu berakibat tiadanya keberanian untuk
memperjuangkan sebuah kebuah keyakinan dan risiko kehilangan (atau pengorbanan)
dalam perjalanan demi memperoleh keyakinan itu. Mereka adalah orang-orang yang
jujur dan amanah serta berani. Kemunafikan dan konspirasi jahat bukanlah watak
mereka. Mereka adalah para penyerang yang gagah berani di medan pertempuran,
para penunggang kuda yang lihai, orang-orang yang ulet dan sabar, orang-orang yang
tidak mementingkan kemewahan dunia. Keahlian berkuda adalah bakat utama yang
harus dimiliki oleh bangsa yang kuat melakukan pekerjaan mulia. Sebab, masa itu
adalah masa peperangan dan penuh pertarungan, masa keperwiraan dan
kepahlawanan.
Kekuatan bekerja dan berpikir, dan bakat-bakat alamai
tersimpan pada bangsa Arab. Kekuatan dan bakat tersebut selamat dari kerusakan
yang diakibatkan oleh filsafat-filsafat imajinatif, perdebatan-perdebatan
Bizantium, aliran-aliran ilmu kalam yang rumit, juga konflik wilayah-wilayah
politik. Bangsa Arab adalah bangsa-bangsa yang masih muda, penuh semangat dan
keinginan yang kuat dalam menjalani kehidupan.
Mereka adalah bangsa yang tumbuh atas dasar keinginan kuat
terhadap kebebasan dan persamaan. Mereka adalah bangsa yang cinta damai,
sederhana, tidak mau tunduk kepada pemerintahan asing, tidak menerima
perbudakan, dan penghambaan oleh manusia lainnya. Mereka belum ternodai oleh
kesombongan Kerajaan Iran atau Kerajaan Romawi, belum ternodai oleh penghinaan
terhadap manusia dan kemanusiaan sebagaimana yang berlaku di kedua kerajaan
tersebut.
Secara geografis, letak Jazirah Arab layak menjadi pusat
dakwah di seluruh dunia dan kepada seluruh umat manusia. Di samping sebagai
bagian dari Benua Asia yang terletak berdekatan dengan benudia Afrika dan tidak
jauh dari Benua Eropa, yang semuanya merupakan pusat kebudayaan, intelektual,
agama-agama, pemerintahan yang kuat dan luas.
Jazirah Arab juga dilewati oleh kafilah-kafilah dagang yang
menghubungkan berbagai negeri. Terkadang, kafilah-kafilah tersebut juga
menghubungkan antara bukit-bukit kecil yang terasing; mereka membawa barang
yang berguna produk dari suatu negeri, ke negeri yang memerlukannya.
Jazirah Arab juga terletak di antara dua kekuatan yang
bersaing, yakni kekuatan Kristen dan Majusi, kekuatan Barat dan Timur. Namun
demikian, Jazirah Arab tetap menyimpan kebebasan dan kepribadiannya. Ia tidak
tunduk kepada salah satu daulat (kekuasaan) kecuali hanya pada sebagian
daerahnya, dan pada sebagian kecil suku-sukunya. Dengan demikian, Jazirah Arab
berada dalam posisi yang sangat baik untuk menjadi pusat dakwah kemanusiaan
secara universal, berdiri di atas jalan internasional, berbicara dari tempat
yang tinggi, jauh dari pengaruh politik dan pengaruh asing.
Karena semua alasan di atas, Allah memilih Jazirah Arab dan
Mekkah al-Mukarramah, sebagai tempat diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam, sebagai tempat diturunkannya wahyu, serta sebagai titik tolak
perjalanan Islam di seluruh dunia. “Allah
lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (Q.S. Al-An’aam
: 124)
Dengan sejumlah anugerah inilah Allah memuliakan bangsa
Arab. Allah Subhanahu Wa Ta’ala memuliakan bangsa Arab dengan keistimewaan yang
dimiliki oleh Jazirah Arab, yang menjadi tempat penampakan hikmah Allah dengan
memilihnya sebagai tempat diutusnya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan
sebagai tempat kelahiran agama Islam. Namun demikian, tidak kunjung ada
tanda-tanda perubahan yang jelas di Jazirah Arab.
Orang-orang yang Hanif
dan para pencari kebenaran sangat sedikit, jumlah mereka tidak lebih dari
hitungan jari, tidak lebih dari sejumlah kecil kunang-kunang. Mereka terbang di
malam hari yang dingin dan hujan, sangat gelap, tidak bisa memberikan petunjuk
kepada orang yang tersesat jalan, serta tidak dapat menghangatkan rasa dingin.
Semoga bermanfaat.
Sumber : Pendidikan Agama Islam, Karya : Muhammad Luthfi
Ubaidillah dan Fathur Rozak
0 komentar:
Post a Comment