Abu-Mahmud al-Khujandi - Seorang Ahli Astronomi dan Matematika dari Khunjand


Abu Mahmood Khujandi atau Abu Mahmud Hamid ibn al-Khidir Al-Khujandi merupakan seorang ilmuwan yang ahli dalam bidang astronomi dan matematika hebat. Al Khunjadi sendiri dilahirkan di sebuah wilayah yang bernama Khunjand pada tahun 940 dan meninggal pada tahun 1000.
Kota Khunjand ini terletak di sepanjang kedua tepi sungai Syrdarya, menuju pintu masuk ke Lembah Fergana yang sangat subur dan menghijau. Sehingga pada masa itu, pertanian di wilayah tersebut cukup maju. Pada masa modern saat ini, kota Khunjand merupakan negara Tajikistan yang terletak di Eropa Timur.

Riwat mengenai kehidupan Al Khunjadi sendiri diketahui dari berbagai macam tulisan mengenai hidupnya. Seorang ilmuwan sekaligus ahli matematika dari kota Khurasan Iran yang bernama Nasiruddin Al-Tusi banyak menuliskan komentar terhadap kehidupan maupun karya-karya milik Al Khunjadi. Dari berbagai macam tulisan dan komentar Al-Tusi bisa diketahui bahwa Al Khunjadi, selain merupakan seorang ilmuwan yang ahli astronomi dan matematika juga salah satu dari penguasa yang berasal dari keturunan suku Mongol di wilayah Khujand. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa Al Khunjadi berasal dari kaum bangsawan.

Dalam melakukan penelitian maupun pengembangan berbagai macam karya-karya ilmiahnya, Al-Khujandi didukung oleh para anggota dinasti Buwaih. Dinasti Buwaih tersebut sangat berkuasa pada tahun 945 ketika pemimpinnya yang bernama Ahmad ad-Dawlah berhasil menduduki Abbasiyah yang merupakan ibukota Baghdad. Anggota keluarga Ahmad ad-Dawlah sendiri menjadi para penguasa di berbagai provinsi. Sehingga tidak ada banyak perlawanan terhadap Dinasti Buwaih. Al-Khujandi sendiri banyak mendapatkan perlinduangan dari Fakhr ad-Dawlah yang memerintah antara tahun 976 hingga 997.

Selain memberikan perlindungan bagi Al Khunjadi, Fakhr ad-Dawlah juga memberikan dukungan yang kuat terhadap proyek besar yang menjadi obsesi Al-Khujandi untuk membangun sekstan mural yang sangat besar bagi observatoriumnya di Rayy, yang saat ini dekat Kota Teheran, Iran. Para ilmuwan Arab mempercayai bahwa semakin besar alat tersebut maka semakin akurat pula hasil penelitian dan pengamatan yang akan diperoleh. Bahkan sekstan mural penemuan Al-Khujandi tersebut mampu menunjukkan akurasi hingga ke level detik di mana para ilmuwan sebelumnya, belum pernah mendapatkan penemuan seperti itu.

Selama tahun 994 Al-Khujandi melakukan berbagai macam penelitian. Dalam sebuah penelitiannya, dia menggunakan instrumen yang sangat besar untuk mengamati serangkaian transit meridian matahari yang dekat dengan titik balik matahari. Dalam pengamatan yang dilakukannya pada tanggal 16 dan 17 Juni tahun 994 dia gunakan untuk melihat titik balik matahari musim panas. Sedangkan pengamatan pada tanggal 14 dan 17 Desember tahun 994, dia gunakan untuk melihat titik balik matahari musim dingin, untuk menghitung arah kemiringan dari Ekliptika, dan lintang dari Rayy. Dia menjelaskan pengukurannya secara rinci dan sangat mendetail dalam sebuah risalah yang berjudul On the obliquity of the ecliptic and the latitudes of the cities (Arah kemiringan dari Ekliptika dan garis lintang kota-kota).

Dari berbagai macam pengamatan dan penelitian yang dia lakukan, Al Khunjadi memperoleh kemiringan sebesar 23 ° 32 '19 " dari Ekliptika. Nilai yang ditemukan Al Khunjadi ini rupanya lebih rendah dari pada nilai-nilai yang diperolehnya pada pengamatan sebelumnya.

Al-Khujandi mengatakan bahwa orang India menemukan kemiring yang paling besar dari Ekliptika yakni sebesar 24 °, sedangkan Ptolemeus menemukan kemiringan sebesar 23 ° 51 ', dan dia sendiri menemukan kemiringan sebesar 23 ° 32' 19 ". Menurut Al Khunjadi, nilai-nilai kemiringan yang berbeda dari Ekliptika ini terjadi bukan karena rusak atau cacatnya instrumen yang digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap kemiringan ekliptika. Tetapi, kemiringan dari Ekliptika sendiri, baginya tidak konstan alias berubah-ubah. Hal itu terjadi akibat menurunnya kuantitas.

Namun menurut sejumlah ilmuwan lain, tetap terdapat kesalahan dalam pengamatan dan penghitunga Al-Khujandi saat menilai kemiring dari Ekliptika, di mana dia melakukan penghitungan dua menit terlalu rendah. Kesalahan tersebut dibahas oleh kedua ilmuwan lain yang juga ahli dalam bidang astronomi dan matematika yaitu Al-Biruni dalam Tahdid di mana mereka mengklaim bahwa instrumen yang digunakan oleh Al Khunjadi terlalu berat. Mungkin Al-Biruni benar dalam menunjukkan penyebab kesalahan yang dilakukan oleh Al Khunjadi dalam penghitungannya. Tetapi, penghitungan Al-Khujandi untuk menentukan lintang kota Rayy sebesar 35 ° 34 '38,45 " sangatlah akurat, meskipun dihitung dengan menggunakan nilai yang salah untuk menunjukkan kemiringan dari Ekliptika.

Sebagai seorang ahli matematika, tentu saja Al Khunjadi memberikan kontribusi yang banyak terhadap perekembangan kemajuan ilmu matematika. Dia menyatakan telah menemukan Teorema Terakhir Fermat dalam kasus n = 3 walaupun bukti-nya tidak sepenuhnya benar. Al-Khazin menuliskan, Abu Muhammad al-Khujandi merupakan ilmuwan dan seorang pemikir yang sangat maju dan semoga Allah SWT memberikan berkah kepadanya. Dari demonstrasi yang dilakukan oleh Al Khunjadi bahwa jumlah dari dua bilangan kubik bukanlah sebuah kubus adalah tidak benar. Meski demikian, setidaknya Al Khunjadi merupakan ilmuwan yang tidak pernah menyerah dan terus-menerus melakukan penelitian dan pembelajaran demi kemajuan ilmu pengetahuan. Tanpa adanya sebuah kesalahan, maka peradaban di dunia tidak mungkin mengalami kemajuan.

Pertentangan Tentang Siapa Penemu Teorema Sinus

Rupanya catatan sejarah menuliskan terjadinya pertentangan tentang siapa yang benar-benar telah menemukan teorema sinus yang sangate terkenal itu. Pasalnya sejumlah ilmuwan menyatakan dirinya merupakan penemu teorema sinus yang asli.
Al Khunjadi sendiri, selain aktif dalam melakukan penelitian dan pengamatan terhadap tingat kemiringan dari ekliptika yang berhubungan dengan ilmu astronomi juga sering dibicarakan sebagai ilmuwan yang telah menemukan teorema sinus.
Nasiruddin Al-Tusi merupakan ilmuwan yang menyatakan bahwa teorema sinus ditemukan oleh Al Khunjadi, hal itu dia tunjukkan dengan memberikan bukti berupa hasil segitiga bola di Shakl al-qatta. Meskipun tidak ada alasan untuk meragukan peryataan Al-Tusi bahwa yang menemukan teorema sinus adalah Al Khunjadi dengan bukti yang diberikannya memang berasal dari al-Khujandi sendiri, namun tetap ada orang-orang yang percaya bahwa penemu teorema sinus yang asli adalah salah satu dari ilmuwan yang bernama Abu'l-Wafa atau Abu Nashr Mansur.
Baik Abu'l-Wafa dan Abu Nashr Mansur yang merupakan ilmuwan di bidang matematika menyatakan bahwa mereka merupakan penemu teorema sinus. Hal itu terdapat dalam sejumlah catatan sejarah. Sedangkan menurut sejumlah catatan sejarah, Al-Khujandi tidak pernah menyatakan dirinya adalah penemu teorema sinus.
Orang yang mengatakan Al Khunjadi sebagai penemu teorema sinus adalah Al Tusi sendiri, bukan Al Khujadi. Selain itu, berdasarkan logika Al Khunjadi lebih dikenal sebagai seorang desainer instrumen astronomi dan pengamat astronomi yang terkemuka dari pada sebagai seorang yang mendalami teori-teori ilmu matematika sperti aljabar maupun aritmatika.
Tetapi berbagai macam perdebatan dan diskusi tersebut akhirnya kalah dengan adanya sejumlah bukti kuat yang ditunjukkan oleh Abu Nashr Mansur bahwa dia yang menemukan teorema sinus. Catatan sejarah menunjukkan bahwa teorema sinus telah muncul beberapa kali dalam tulisan-tulisan karya Abu Nashr Mansur, baik tulisan-tulisannya tentang geometri, maupun yang berhubungan dengan astronomi. Sehingga disimpulkan bahwa penemu teorema sinus adalah Abu Nashr Mansur.
Share on Google Plus

- Unknown

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ artinya : "Sebaik-Baik Kalian Adalah Orang Yang Belajar Al-Quran Dan Mengajarkannya."
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment