Apa itu Fiqih I'ttikaf

Apa itu Fiqih I'ttikaf


FIQIH I'TIKAF -Diantara ibadah sunnah yang dianjurkan bagi umat Islam adalah i’tikaf, lebih ditekankan lagi di sepuluh malam terakhir bulan ramadhan sebagaimana Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam amalkan.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat. Muttafaqun ‘alaih. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Untuk mendapatkan kesempurnaan pahala ibadah itikaf tentunya dibutuhkan ilmu yang cukup, dalam kesempatan ini kami paparkan beberapa hukum seputar itikaf.

A. Definisi

I’tikaf secara bahasa berdiam diri di suatu tempat. Adapun secara istilah adalah berdiam diri di masjid dengan niat i’tikaf dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah yang dilakukan oleh orang orang tertentu.

B. Hukum

I’tikaf hukumnya sunnah, boleh dilakukan kapan saja. Dibulan ramadhan lebih dianjurkan, baik sebulan penuh maupun di 10 malam terakhir atau lebih ditekankan lagi di malam malam ganjil dalam rangka mencari lailatul qadar. Dari Aisyah radhiyallahu Anha bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam melakukan i’tikaf pada sepuluh malam terakhir di bulan ramadhan sampai Allah mewafatkannya. Kemudian istri istrinya juga melakukan i’tikaf sepeninggal beliau”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Imam An-Nawawi Rahimahullah berkata dalam kitabnya Minhajut Thalibin: I’tikaf dianjurkan setiap waktu dan disepuluh malam terakhir bulan ramadhan lebih utama dalam rangka meraih lailatul qadar.

C. Syarat-Syarat I’tikaf

1. Hendaknya orang yang beri’tikaf adalah seorang muslim, mumayyiz dan berakal

2. Niat

Setiap ibadah membutuhkan niat, karena niat adalah pembeda antara ibadah dan adat (kebiasaan), berapa banyak orang duduk-duduk di masjid akan tetapi tidak ada niat untuk beri’tikaf dan beribadah akan tetapi hanya menumpang istirahat dan berteduh.

3. Hendaknya i’tikaf dilakukan dimasjid

4. Hendaknya masjid yang dia gunakan beri’tikaf adalah masjid yang didalamnya didirikan shalat berjamaah dan shalat jumat

5. Suci dari hadats besar

D. Tempat Beri’tikaf

I’tikaf hanya dilakukan dimasjid. Allah berfirman “Janganlah kalian campuri mereka itu, sedangkan kalian beri’tikaf dalam masjid” (QS. Al Baqarah:187). Secara umum diperbolehkan i’tikaf di masjid jami’ (diselenggarakan shalat jamaah dan jumat) dan masjid ghoiru jami’ namun para ulama menganjurkan beri’tikaf dimasjid jami’ (masjid yang diselenggarakan shalat jamaah dan jum’at), karena jika seseorang i’tikaf karena nadzar yang mengharuskan berdiam diri dalam waktu tertentu atau orang yang beri’tikaf 10 hari secara penuh sedangkan dia i’tikaf dimasjid ghoiru jami’, maka ketika ia hendak salat jum’at yang mengharuskan ia keluar menuju masjid jami’ hal ini bisa membatalkan i’tikaf.

E. Batas Waktu i’tikaf

Mayoritas ulama tidak membatasi waktu i’tikaf, baik batas minimal maupun maksimal. Bahkan ulama menilai sebagai i’tikaf walaupun seseorang hanya duduk dimasjid beberapa detik, namun tidak dinilai i’tikaf hanya dengan berjalan melewati masjid. Adapun imam Malik mengatakan bahwa batas minimal itikaf adalah sehari semalam. Hal ini berlaku makna i’tikaf secara umum berbeda dengan i’tikaf secara khusus di sepuluh hari terakhir bulan ramadhan secara penuh sebagaimana yang dilakukan Rasulullah, disana berlaku ketentuan-ketentuan tersendiri baik waktunya, pembatal pembatalnya dan hukum hukum yang berkaitan dengannya.

F. Kapan mu’takif memulai i’tikaf dan mengakhiri i’tikaf

Terdapat riwayat dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata: Bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam apabila hendak i’tikaf beliau salat fajar kemudian masuk ke tempat i’tikafnya [HR. Al Bukhari dan Muslim]. Secara Dzohir hadis ini menunjukkan bahwa awal waktu beri’tikaf adalah setelah salat subuh dimalam ke 21 ramadhan dan ini pendapat Imam Ahmad, Al Auza’ dan juga Imam As-Shon’ani. Adapun mayoritas ulama berpendapat bahwa awal waktu beri’tikaf adalah sebelum terbenamnya matahari dimalam ke 21, ini pendapat yang kuat dengan dua alasan, pertama: Tujuan utama i’tikaf adalah mencari lailatul qadar, terutama di sepuluh malam terakhir. Dan awal permulaannya adalah malam ke 21 dengan dimulai terbenamnya matahari dari malam ke 21. Kedua: orang yang memulai beri’tikaf sebelum terbenam matahari pada malam ke 21 artinya ia hendak i’tikaf 10 hari terakhir dibulan ramadhan secara penuh, adapun yang memulai setelah salat subuh tidak dinilai beri’tikaf 10 hari secara penuh karena terlewat satu malam yaitu malam ke 21.

Adapun waktu terakhir i’tikaf, mayoritas ulama menganjurkan beri’tikaf sampai waktu saat ia keluar untuk melakukan salat id, dengan harapan agar tersambung antara ibadah ke ibadah berikutnya. Sebagian ulama mengatakan waktu terakhir adalah sampai terbenamnya matahari di malam hari raya, karena 10 hari terakhir itu berakhir dengan berakhirnya bulan, dan ramadhan berakhir dengan terbenamnya matahari di malam hari raya.

G. Faidah i’tikaf

Dengan i’tikaf kita bisa memaksimalkan diri kita untuk beribadah kepada Allah. Imam An-nawawi dalam kitab Al-Adzkar berkata: Dianjurkan memperbanyak membaca Al-Quran dan bacaan dzikir lainnya.

I’tikaf juga memiliki beberapa faidah, diantaranya:

1. Meninggalkan kesibukan-kesibukan urusan dunia yang terkadang membuat ibadah tidak maksimal, dengan beitikaf ibadah akan semakin maksimal.

2. Lebih mendekatkan diri kepada Allah, lebih konsentrasi dalam bermunajat dengan-Nya karena hati dan pikiran telah dikosongkan dari segala hal menyibukkan dan melalaikan dari-Nya.

3. Menghidupkan dan mencontoh sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam

4. Lebih mudah menggapai lailatul Qadar

H. Pembatal I’tikaf

1. Keluar dari masjid untuk selain suatu keperluan darurat seperti buang hajat atau keluar mencari makan karena tidak mendapati makanan di masjid. Orang yang i’tikaf tidak boleh menjenguk orang sakit, salat jenazah diluar, bahkan itikaf dinilai batal sekalipun orang yang keluar ke masjid jami’ untuk shalat jumat karena dia i’tikaf di masjid yang tidak didirikan shalat jumat, maka dari itu para ulama menganjurkan i’tikaf di masjid yang didirikan shalat jumat.

2. Hubungan intim suami istri. Allah berfirman: Tetapi jangan kalian campuri mereka, ketika kalian beri’tikaf dalam masjid. (Al-Baqarah:187)

3. Hilang akal

4. Haid dan nifas bagi wanita, karena keduanya tidak boleh berdiam diri di masjid

5. Murtad

Inilah hukum seputar i’tikaf secara ringkas, semoga bermanfaat

Referensi:

1. Minhajut Thalibin Karya Imam An-Nawawi

2. Minhatul ‘Allam Syarah Bulughul Maram Karya Syaikh Abdullah bin Shalih Al-Fauzan

3. Fikih Muyassar Ditulis Oleh Perkumpulan Ulama Saudi Arabia

4. Kifayatul Akhyar Karya Imam Taqiyuddin Al-Hishni

5. Syarah Matan Abu Syuja’ Karya Syaikh DR. Musthafa Dib Al-Bugha

6. Taisirul ‘Allam Syarah Bulughul Maram Karya Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin bin Shalih Alu Bassam[ Abul Fata Miftah Murod, S. Ud; Lc]
Share on Google Plus

- eela

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ artinya : "Sebaik-Baik Kalian Adalah Orang Yang Belajar Al-Quran Dan Mengajarkannya."
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment