Bekerja Pada Orang Syi’ah Untuk Mencuri Hartanya


Assalamu ‘alaikum… ikhwan fillah…
Amma ba’du:
Kami mengucapkan terima kasih berkali-kali atas amal anda sekalian yang tidak mengharapkan darinya kecuali mencari ridla Allah…
Saya ingin bertanya kepada engkau… sesungguhnya saya ini bekerja di perusahaan yang pemilik dan direkturnya adalah seorang syi’ah. -Dan atas dasar ini- dan setelah tenggang waktu dari keprofesionalan saya dalam pekerjaan saya, maka mulailah saya mempermainkan data dan program komputer untuk mengambil harta. Saya sama sekali tidak mengetahui bila hal ini dinamakan pencurian atau bukan, oleh karena itu saya menanyakan di sini, akan tetapi saya melakukan hal itu dengan alasan penyiapan untuk jihad atau membantu ikhwan kita yang berjihad kelak. Namun setelah berselang waktu saya bertanya kepada seorang ikhwan tentang hal ini dan ia berkata kepada saya bahwa hal ini adalah tidak boleh dan bahwa saya ini telah diberi amanah dan tidak boleh khianat hatta walaupun saya bekerja pada orang yahudi!! Dan setelah itu saya meninggalkan pekerjaan karena saya tidak mampu memikul konsekuensi apa yang telah saya lakukan. Maka bagaimana komentar engkau terhadap hal ini, saya mohon arahan engkau –rahimakumullah-
Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Penanya: An Noor
Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisi menjawab:
Segala puji hanya milik Allah. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah.
Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Pertama: Saudara penanya… kami tidak bisa mengirim surat secara khusus kepadamu sebagaimana yang engkau inginkan, karena engkau tidak meninggalkan alamat email khususmu. Dan bagaimanapun keadaannya kami telah meringkas pertanyaanmu…
Kedua: Saudaramu yang menasehatimu dan melarangmu dari perbuatan ini adalah telah jujur kepadamu. Dan jawaban terhadap masalah ini adalah dari empat sisi.
Sisi pertama: Penjelasan bahwa madzhab yang kuat prihal syi’ah adalah tidak mengkafirkan seluruh individu mereka, namun kami mengkafirkan mereka secara kelompok (thaifah) dan kami mengkafirkan setiap orang yang menganut di antara mereka aqidah-aqidah yang kufur yang ada pada mereka seperti paham tahriful Qur’an (Al-Qur’an yang ada itu sudah dirubah lagi tidak asli), mayoritas sahabat itu telah murtad, tuduhan pengkhianatan isteri-isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aqidah-aqidah kafir lagi busuk lainnya yang ada pada mereka yang mana kita berlepas diri di hadapan Allah darinya dan dari orang yang menganutnya. Bila ada di kalangan awam mereka orang yang tidak mengetahui hal ini dan tidak menganutnya sedang padanya ada ashlul Islam (pokok keislaman) dan tidak menggugurkannya dengan suatu pembatal yang lain maka tidak ada alasan untuk mengkafirkannya. Dan dari itu engkau mengetahui bahwa kami tidak mengatakan kehalalan harta setiap orang syi’ah sebagaimana yang engkau duga, dan ia adalah dugaan yang mendorongmu untuk melakukan tindakan yang telah kamu kerjakan. Dan seandainya direkturmu yang syi’ah itu tergolong orang yang terang-terangan dengan keyakinan-keyakinannya yang busuk itu, tentu kamu tidak halal bermujalasah dengannya, dan bekerja padanya, karena dalam hal itu adalah terdapat pengakuan baginya terhadap kebatilannya, sehingga kewajiban paling minimal atas dirimu adalah meninggalkannya sebagai bentuk bara dari kebatilannya. Allah ta’ala berfirman:

وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا

Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahanam. [An Nisa: 140]
Dan bila dia tidak menampakkan aqidah-aqidah kufur rafidlahnya sedang dia memiliki ashlul Islam, maka dengan alasan apa engkau mengkafirkannya dan menghalalkan hartanya?
Sisi Kedua: Bahwa hukum asal pada kafir muharib adalah kehalalan darah dan hartanya. Dan hal ini kami tidak segan dari mengatakannya, sebagaimana yang dilakukan oleh fuqaha yang kalah mental dan tengkurap yang berupaya keras dalam mencari ridla orang-orang kafir Barat dan mengikuti arus undang-undang buatan masa kini; bahkan kita berbangga diri dengan keberadaan rizqi dan makanan kita diambil dengan kejayaan kita dan sebagai hasil ghanimah dengan jihad kita dari tangan musuh-musuh kita, sebagaimana Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam berbangga diri dengannya yang mana beliau ini bukan tukang kayu dan bukan pandai besi, akan tetapi rizqi beliau adalah berasal dari tangan musuh-musuhnya,“dan dijadikan rizqiku di bawah naungan tombakku”.
Akan tetapi pada kondisi istidl’af (ketertindasan akibat tidak ada payung Daulah Islam) yang dialami kaum muslimin, maka urusan harus ditimbang dengan timbangan mashlahat dan mafsadah, sehingga orang muslim jangan melakukan suatu tindakan yang mengakibatkan munculnya mafsadah pada agamanya dan dunianya, karena menghindarkan mafsadah itu terutama dari agama adalah lebih utama daripada mendatangkan mashlahat, sebagaimana ia adalah hal yang baku di kalangan ulama muhaqqiqin.
Sisi Ketiga: Keberadaan mubahnya harta orang kafir muharib ini tidak berarti bahwa ia boleh diambil dengan cara apa saja tanpa ada batasan; sama sekali tidak, akan tetapi orang-orang yang mendalam pemahaman keilmuannya mereka menggabungkan semua dalil-dalil syari’at dan mengatakan “Kami beriman kepadanya, Semuanya berasal dari sisi Rab kami”, [Ali Imran: 7]. Oleh sebab itu memberlakukan semua dalil dengan cara menyelaraskan di antara dalil-dalil itu adalah lebih didahulukan terhadap pengguguran sebagian dalil-dalil itu, inilah ilmu, dan bukan ilmu merasa bahagia dengan suatu nash dan bergegas mengamalkannya tanpa melihat kepada nash-nash lain yang berbicara dalam masalah yang sama. Dan dari tinjauan ini maka pengambilan harta orang kafir itu terjadi tanpa ada khianat terhadap akad atau amanah, berdasarkan keumuman firman Allah ta’ala:

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا

“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian agar menunaikan segala amanah kepada ahlinya.” [An Nisa: 58]
Dan firman-Nya ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ

“Wahai orang-orang yang beriman tunaikanlah akad-akad itu…,” [Al Maidah:1]
Bila engkau telah ridla menjalin akad bersama orang kafir, maka wajib atas kamu untuk menunaikan akad itu dan tidak melanggarnya, dan begitu juga bila engkau diberi kepercayaan oleh orang kafir terhadap hartanya dan engkau menerima hal itu, maka engkau wajib untuk menunaikan amanah dan tidak khianat di dalamnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَدِّ الْأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ، وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ

“Tunaikanlah amanah kepada orang yang telah mempercayakannya kepadamu dan jangan kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu.”(Abu Dawud: 3534)
Sisi keempat: Ucapanmu (akan tetapi saya melakukan hal itu dengan alasan penyiapan untuk jihad atau membantu ikhwan kita yang berjihad kelak)
Maka alasan-alasan ini tidak bisa melegalkan khianat, karena sesungguhnya Allah itu thayyib dan tidak menerima kecuali hal yang thayyib. Dan ikhwan kita al mujahidun itu tidak mendapatkan kemenangan kecuali dengan cara yang thayyib lagi halal, dan mereka mengambilnya dari tangan musuh-musuh mereka dengan cara yang Allah syari’atkan bagi mereka untuk mengambilnya dari jalan fai dan ghanimah dengan kekuatan mereka dan jihad mereka bukan dengan khianat dan bukan pula dengan pelanggaran janji. Karena tujuan itu tidak melegalkan segala cara dalam ajaran kita kaum muslimin. Dan dalam masalah ini saya sarankan engkau untuk membaca kitab saya (Al Qaulun Nafis fit Tahdzir Min Khadi’ati Iblis).
Dan semoga Allah membimbingmu kepada apa yang dicintai dan diridlai-Nya.
…selesai…
Penterjemah: Abu Sulaiman 17 Dzul Hijjah 1432 H
Diambil dari Minbar At Tauhid Wal Jihad
Share on Google Plus

- Unknown

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ artinya : "Sebaik-Baik Kalian Adalah Orang Yang Belajar Al-Quran Dan Mengajarkannya."
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment